Eskalasi Konflik Iran–Israel: Titik Kritis Menuju Perang Global?

Oleh: Kastrat BEM FMIPA UNEJ

Pendahuluan

Konflik antara Iran dan Israel kini telah mencapai fase paling kritis dalam beberapa dekade terakhir. Serangkaian serangan militer, propaganda, dan operasi siber telah menandai semakin panasnya konfrontasi antara dua negara ini. Sejak awal 2024, ketegangan meningkat tajam dan mencapai puncaknya ketika Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Serangan ini mengawali eskalasi balasan dari Iran yang menargetkan wilayah sipil Israel. Konflik ini tidak hanya berdampak pada kawasan Timur Tengah, tetapi juga mengancam stabilitas global dan membuka peluang pecahnya Perang Dunia III.

Tulisan ini akan mengupas akar konflik, dinamika terbaru, analisis potensi konflik global, serta menyampaikan pandangan Kastrat BEM FMIPA UNEJ atas isu ini dalam kerangka akademik dan kemanusiaan.

Latar Belakang Konflik

1. Persaingan Ideologis dan Geopolitik

Iran dan Israel telah lama terlibat dalam konflik ideologis dan geopolitik. Iran, sejak Revolusi Islam 1979, memosisikan Israel sebagai musuh utama di kawasan. Retorika politik Iran secara terbuka menyerukan penghapusan negara Israel dari peta dunia. Sebaliknya, Israel melihat Iran sebagai ancaman eksistensial, terutama karena dukungan Iran terhadap kelompok bersenjata anti-Israel seperti Hizbullah (Lebanon), Hamas (Gaza), dan Houthi (Yaman).

Persaingan ini juga berkaitan dengan perebutan pengaruh di Timur Tengah. Iran ingin menjadi kekuatan dominan di kawasan dengan membentuk “poros perlawanan” dari Teheran hingga Beirut dan Sana’a. Sementara itu, Israel yang didukung oleh AS dan negara-negara Barat berupaya membendung ekspansi tersebut dengan pendekatan militer dan diplomatik.

2. Intervensi Eksternal dan Blok Global

Konflik Iran–Israel memiliki dimensi global karena masing-masing pihak memiliki sekutu kuat. Israel mendapatkan dukungan militer dan intelijen dari Amerika Serikat, serta kerja sama strategis dari NATO. Iran, di sisi lain, semakin dekat dengan Rusia, Tiongkok, dan Korea Utara, terutama dalam bidang pertahanan dan teknologi.

Kehadiran kekuatan-kekuatan besar ini memperumit konflik. Jika salah satu pihak secara langsung diserang atau kehilangan kepentingan strategisnya, maka eskalasi dapat berubah menjadi konflik antarblok global yang menyerupai Perang Dunia.

Eskalasi Konflik Saat Ini

1. Serangan Terbuka ke Fasilitas Nuklir: Mengapa Israel Menyerang Duluan?

Pada pertengahan Juni 2025, Israel meluncurkan operasi udara dan drone terhadap fasilitas nuklir Iran di Natanz dan Fordow. Alasan utama Israel adalah mencegah Iran mencapai kemampuan nuklir militer. Berdasarkan laporan intelijen Mossad dan CIA, Iran disebut telah meningkatkan pengayaan uranium melebihi 90%, yang secara teknis mendekati tingkat senjata nuklir.

Israel memandang keberhasilan Iran memiliki bom nuklir sebagai red line yang tidak bisa ditoleransi. Serangan ini dilakukan sebagai bentuk strategi “pre-emptive strike” atau serangan pencegahan, mirip seperti yang pernah dilakukan terhadap reaktor nuklir Irak pada 1981 (Operasi Opera).

Namun, serangan ini justru menjadi titik balik yang memicu balasan besar-besaran dari Iran.

2. Serangan Balasan dan Dampak Sipil

Iran membalas serangan Israel dengan menembakkan ratusan rudal balistik, drone kamikaze, dan roket dari berbagai titik di Iran, Irak, Lebanon, dan Suriah. Serangan ini menghantam wilayah padat penduduk di Tel Aviv, Haifa, dan Beersheba. Sistem pertahanan udara Iron Dome Israel memang berhasil mencegat sebagian besar serangan, namun tetap ada korban jiwa dan luka-luka dari kalangan warga sipil.

Serangan ini juga menimbulkan kepanikan massal, eksodus warga dari kota-kota besar, dan kerusakan infrastruktur vital seperti listrik dan air.

3. Ancaman terhadap Stabilitas Regional

Kondisi ini membuat negara-negara Teluk berada dalam posisi sulit. Iran mengancam akan menutup Selat Hormuz, jalur pengiriman 20% minyak dunia, jika Israel melanjutkan agresinya. Harga minyak dunia melonjak drastis, memicu inflasi global, dan menyebabkan negara-negara berkembang terkena imbas ekonomi yang parah.

Kemungkinan Perang Dunia Ketiga

1. Potensi Terlibatnya Blok Global

AS telah memobilisasi armada kapal induk di Laut Mediterania. Rusia mengutuk keras serangan Israel dan mengirim bantuan rudal pertahanan ke Iran. Jika salah satu pihak terlibat dalam serangan langsung terhadap pasukan negara lain, perang terbuka antar negara adidaya akan sulit dihindari.

Situasi ini sangat mirip dengan pemicu Perang Dunia I, di mana sistem aliansi menyeret negara-negara besar ke medan perang meski konflik bermula dari skala regional.

2. Ketidakstabilan Ekonomi dan Politik Global

Konflik ini telah memicu krisis harga energi dan pangan global. Negara-negara miskin mengalami gangguan pasokan, sementara investor global menarik modal dari negara-negara rawan konflik. Selain itu, meningkatnya polarisasi politik global dapat memicu krisis legitimasi di banyak negara.

3. Ancaman Nuklir dan Teknologi Mematikan

Jika Iran terpojok, kemungkinan penggunaan rudal berisi hulu ledak taktis (konvensional atau nuklir rendah) menjadi meningkat. Israel sendiri memiliki senjata nuklir tak resmi yang dapat digunakan sebagai opsi terakhir. Selain itu, teknologi seperti drone swarm, AI-weapon, dan cyber attack semakin berperan, memperluas medan perang ke ruang digital dan ekonomi.

Sudut Pandang Kastrat BEM FMIPA UNEJ

1. Urgensi Diplomasi dan Gencatan Senjata Global

Konflik ini harus segera dihentikan melalui intervensi diplomatik. Negara-negara seperti Indonesia, Turki, Brasil, dan India bisa memainkan peran netral untuk memediasi. PBB perlu menggelar sidang darurat dan melibatkan semua pihak untuk menciptakan ruang dialog terbuka.

2. Perlunya Zona Bebas Senjata Nuklir di Timur Tengah

Diperlukan komitmen bersama di Timur Tengah untuk menciptakan kawasan bebas senjata nuklir (MENWFZ). IAEA harus dilibatkan penuh dan setiap negara harus membuka diri untuk inspeksi dan verifikasi.

3. Keterlibatan Akademisi dan Mahasiswa dalam Isu Internasional

Mahasiswa tidak hanya sebagai penonton. Isu ini harus menjadi bahan kajian akademik, kampanye kemanusiaan, dan edukasi publik. Kampus harus menjadi tempat lahirnya narasi damai dan pemikiran strategis untuk masa depan global yang lebih adil.

Kesimpulan

Eskalasi konflik Iran–Israel bukan sekadar ketegangan bilateral, tetapi telah menjadi krisis geopolitik global. Serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran merupakan bentuk ketakutan terhadap dominasi nuklir Iran, namun justru memicu respons besar-besaran yang mengancam kawasan dan dunia.

Dampak konflik ini tidak hanya menimbulkan korban jiwa dan penderitaan sipil, tetapi juga mengancam stabilitas energi, ekonomi, dan keamanan global. Potensi terjadinya Perang Dunia III sangat terbuka jika tidak ada langkah preventif dari komunitas internasional.

Kastrat BEM FMIPA UNEJ menegaskan bahwa kekerasan bukan solusi. Diplomasi, keterbukaan informasi, dan solidaritas global adalah kunci untuk mencegah bencana kemanusiaan yang lebih besar. Mahasiswa dan akademisi harus terus mengawal isu ini dengan nalar kritis, empati kemanusiaan, dan keberpihakan terhadap perdamaian dunia.

Daftar Pustaka

1. CNN International. (2025). Iran Responds to Israeli Strike on Nuclear Sites. Diakses dari cnn.com

2. Al Jazeera. (2025). Iran–Israel Tensions Rise After Facility Bombing. Diakses dari aljazeera.com

3. IAEA Reports. (2025). Uranium Enrichment Levels in Iran. Diakses dari iaea.org

4. The Guardian. (2025). Could This Be the Start of World War 3? Diakses dari theguardian.com

5. UN News. (2025). UN Urges Ceasefire Amid Middle East Crisis. Diakses dari un.org

6. Financial Times. (2025). Oil Prices Surge Amid Iran-Israel Escalation. Diakses dari ft.org