Mengembalikan marwah organisasi kemahasiswaan dengan menekankan kesadaran kelembagaan bagi mahasiswa dan menjadikan mahasiswa sebagai tolak ukur harapan masyarakat

  Organisasi kemahasiswaan telah menjadi pelopor dalam memperjuangkan kepentingan publik baik di era pasca kemerdekaan sampai era reformasi. Dapat disimpulkan bahwa organisasi kemahasiswaan berperan sebagai agent of change, social of control dan juga iron stock yang seringkali disebutkan dalam peran fungsi mahasiswa sesuai tri dharma perguruan tinggi. Dari selayang pandang yang kita ketahui organisasi kemahasiswaan menjadi sebuah tonggak awal alur pergerakan kemajuan bangsa. Aktivisme mahasiswa dapat mendobrak rezim-rezim kekuasaan yang menindas hak-hak publik. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa eksitensi dari marwah organisasi kemahasiswaan kian menurun dalam beberapa tahun belakangan. Realita ini dapat dlihat dari minimnya partisipasi dalam pemilihan umum mahasiswa yang sering terjadi diberbagai universitas. Ada beberapa faktor yang menjadi tantangan eksistensi organisasi semakin minim diminati diantaranya adalah:

  1. Pandemi COVID-19 yang menjadi awal menurunnya marwah organisasi dikampus semakin menurun. Diskusi, perdebatan, dan aksi yang memantik kesadaran politik tak lagi dikawal dan diberdayakan. Keterbatasan berinteraksi menjadi sebuah faktor yang mana menumpulkan semangat-semangat aktivisme dalam mengimplementasikan peran dan fungsi mahasiswa.
  2. Munculnya program MBKM gagasan menteri pendidikan Nadiem Makarim yang dicetuskan mulai tahun 2020. Program ini membuka kesempatan magang untuk mahasiswa dari seluruh perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, dengan adanya insentif dan tanpa batasan minimal semester yang harus ditempuh. Program yang memberikan pengalaman kerja dan uang ini dianggap lebih menggiurkan bagi mahasiswa ketimbang gerakan mahasiswa yang tidak menawarkan kemewahan apapun.
  3. Lemahnya kemampuan organisasi kemahasiswaan dalam membaca dinamika sosial, politik dan advokasi kebijakan publik.
  4. Adanya kesulitan membangun titik temu dalam relasi kegiatan organisasi kemahasiswaan
  5. Rendahnya kualitas literasi dan kesadaran politik sehingga menimbulkan sikap apatisme dalam dinamika sosial politik disekitarnya.

  Dari semua faktor-faktor yang mempengaruhi dapat diupayakan untuk menanamkan kembali bahwa mahasiswa memegang amanah peran dan fungsi mahasiswa yang akan berkelanjutan. Mahsiswa harus disadarkan akan tanggung jawab moralnya dalam memperjuangkan ketidakadilan yang menggerogoti masyarakat luas. Masyarakat luas yang diemban tanggung jawabnya meliputi masyarakat sekitar kampus dimulai dari elemen mahasiswa hingga masyarakat umum lainnya. Relevansi pergerakan harus menghadirkan inovasi baru dalam setiap perjalanannya dalam menjalankan kiprah organisasi yang notabenya harus mempunyai previllage sebagai aktivisme. Organisasi kemahasiswaan harus memastikan kehadirannya merupakan ‘voice’, bukan noise. Organisasi kemahasiswaan harus menunjukkan kemampuan untuk saling memahami dan berkolaborasi dengan orang-orang yang berbeda latar belakang. Dengan cara inilah organisasi kemahasiswaan akan kembali melejit eksistensinya. Semoga nalar kritis dan aktivisme mahasiswa yang tergabung dalam organisasi kemahasiswaan tetap ada dan menyala meski diberondong oleh peluru zaman.

Salam pergerakan
Hidup mahasiswa
Tertanda BEM FMIPA KABINET CHAKRABHIPRAYA mewakili organisasi kemahasiswaan Fakultas MIPA