QUICK COUNT SISTEM PERHITUNGAN CEPAT

Halo Sobat MIPA!!!

Kalian pasti pernah denger tentang quick count kan? Yap, bener banget… Quick count itu yang biasanya ditayangkan stasiun televisi tentang hasil pemilu.

Tapi kalian penasaran nggak sih gimana sebenernya cara menghitung quick count itu? Kok bisa ya dengan cepat menghitung hasil pemilu padahal TPS di Indonesia kan ada banyak? Terus, sejauh mana sih Quick Count ini bisa mewakili perhitungan dari Real Count?

Quick Count adalah perhitungan cepat hasil pemilu yang dilakukan oleh bebepa lembaga mandiri. Biasanya, hasil dari quick count ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan yang dilakukan KPU atau Komisi Pemilihan Umum. Quick Count atau Penghitungan Suara Cepat atau juga dikenal sebagai Tabulasi Suara Paralel (Parallel Vote Tabulation). Tabulasi Suara Paralel merupakan salah satu metode yang digunakan untuk menyatukan dan mempercepat proses penghitungan suara, memantau dan mencatat informasi termasuk hasil perhitungan suara yang ada, kemudian dilaporkan hasilnya ke pusat pengumpulan data (Server).

Pertama, kalian harus tau dulu apa itu konsep sampling di Statistik. Untuk mengetahui karakteristik dari suatu populasi kita tidak perlu mengambil semua datanya, tetapi cukup mengambil beberapa sampel saja. Jadi, Ketika Lembaga survey menghitung quick count, mereka nggak mengambil data hasil pemilu dari sekian ratus TPS (populasi) tetapi cukup mengambil beberapa ribu TPS aja (sampel).

Nah, kalo metode samplingnya nggak bener, akan memungkikann sampel yang diambil itu beda sama populasinya. Tapi, jika lembaga survei tersebut melakukan pengambilan sampelnya bisa benar-benar mewakili populasi harusnya data perhitungannya akurat. Artinya, cukup mewakili data populasi yang sebenarnya dengan error yang sangat kecil.

Untuk menghasilkan Quick Count yang benar, lembaga survei harus dapat menentukan jumlah sampel yang pas. Karena kalo terlalu sedikit rentang errornya bisa tinggi tapi kalo terlalu banyak juga nanti biayanya mahal. Kenapa kalo sedikit rentang errornya tinggi? Ini mirip sama konsep Frekuensi Harapan. Misalnya, kalian melempar koin 3 kali, bisa jadi tiga-tiganya angka tapi kalo ngelemparnya 100 kali, hampir tidak mungkin seratus-seratusnya angka. Semakin banyak melempar maka hasil statistiknya akan semakin mendekati nilai peluang yang sesungguhnya. Jadi, kalo kalian ambil sampelnya banyak maka hasilnya akan cenderung mendekati data seluruh populasi.

Selain jumlah sampel, gimana cara kita mengambil sampel juga penting. Oleh karen itu, selanjutnya kita bahas metode pengambilan sampelnya.

Metode 1: Random Sampling
Metode ini adalah cara pengambilan sampel yang random atau acak. Terus buat memilih secara acaknya, gimana? Bisa pakai teknologi. Misalnya, pakai Microsoft Excel, terus ketik:

“=RAND()”

Perintah itu akan menghasilkan angka acak dari nol sampai satu. Kalo mau bikin nomor acak dari 1 sampai 40 berarti tinggal dikalikan hasil random itu dengan 40 terus bulatkan ke atas pakai fungsi “=roundup()“.
Jadi, kalo digabung ketik ini:

“=ROUNDUP(40*RAND())”

Pakai microsoft excel ini cuma contoh ya. Kalo kalian mau pakai yang juga boleh. Misal pakai kartu dan kartunya dikasih nomor dulu dari 1 sampai 40. Pokonya bisa macem-macem caranya tapi yang pasti konsepnya harus sama, yaitu setiap anggota populasi punya probabilitas yang sama untuk menjadi sampel. Tidak boleh ada satu anggota pun yang punya probabilitas terpilih lebih besar daripada yang lainnya.

Metode 2: Systematic Sampling
Metode ini adalah cara pengambilan sampel yang sistematis. Misalnya, setelah seluruh data dikasih nomor, kalian tentukan kira-kira mau mengambil berapa sampel. Untuk lebih jelasnya bisa liat contoh di bawah ini, dimana setiap kelipatan data ke-3 diambil jadi sampel:

Menurut Nurdin (2018), sampling sistematis ini lebih sering digunakan daripada random sampling. Hal itu karena hasil yang diperoleh dapat seakurat random sampling tetapi pengerjaannya lebih sederhana karena tidak perlu memikirkan angka acak. Tetapi kalo untuk Quick Count, biasanya lembaga survei lebih memilih random sampling daripada systematic sampling.

Metode 3: Cluster Sampling

Metode ini adalah cara pengambilan sampel dengan cara membagi populasi itu berdasarkan cluster-cluster. Misal, kalian mau membagi 40 siswa di kelas berdasarkan tempat duduknya. Yang duduk di depan itu cluster nomor 1, cluster berikutnya nomor 2, dan seterusnya. Terus, kalian tentukan secara random untuk mengambil satu cluster. Kalo ternyata angka randomnya yang keluar itu 4 misalnya, berarti seluruh anggota di cluster nomor 4 itu yang menjadi sampel kalian.

Metode 4: Stratified Sampling

Metode ini adalah cara pengambilan sampel yang sering dipakai oleh lembaga survey untuk Quick Count. Jadi, konsepnya yaitu sebelum mengambil sampelnya, kalian bagi dulu jadi strata-strata. Contoh yang paling sederhana, kalo kalian mau mengambil sampel berat badan di sekolah, kalian bagi aja menjadi dua strata:
(1) Cewek
(2) Cowok

Misalkan jumlah populasi cewek sama dengan jumlah populasi cowok. Berarti jumlah sampel yang harus kalian ambil untuk yang cewek dan yang cowok harus sama. Jadi dari stratified sampling ini, kalian akan mendapatkan berapa rata-rata berat badan setiap strata terlebih dahulu, baru setelah itu digabungin. Stratified sampling ini akan lebih bermanfaat jika setiap strata yang Anda ambil memiliki jumlah anggota yang berbeda-beda.

Nah, balik lagi ke Quick Count. Gimana sih cara mereka mengambil sampelnya? Dari beberapa sumber yang sudah kami baca, Lembaga survey paling sering menggunakan Stratified Random Sampling atau Multistage Random Sampling. Multistage itu sebenernya mirip dengan cluster sampling tetapi ia lebih kompleks. Kalo cluster sampling kan cuma satu cluster yang diambil terus selesai. Nah, kalo multistage, orang yang bersangkutan harus memilih secara acak masing-masing elemen dari setiap cluster.

Jadi, langkah pertama membuat clusternya. Setelah itu, tentukan apa yang harus diambil dari cluster tersebut. Kadang-kadang, cluster ini dibagi-bagi menjadi bebepa level. Pada Quick Count misalnya level satu itu cluster per provinsi. Cluster berikutnya per kabupaten. Cluster berikutnya lagi tingkat desa atau kota.
Jadi, kira-kira seperti itulah cara kerja Quick Count yang dilakukan para lembaga survei. Dengan konsep ini, mereka bisa mengambil ribuan TPS dari ratusan TPS yang ada. Dengan syarat ribuan TPS itu sudah mewakili seluruh populasi yang ada dan dengan error yang relatif kecil sehingga dapat disimpulkan bahwa secara matematis sebenarnya nggak terlalu susah.

Sumber:
Nurdin, N., Hamdhana, D., & Iqbal, M. 2018. Aplikasi Quick Count Pilkada Dengan Menggunakan Metode Sample Random Sampling. TECHSI-Jurnal Teknik Informatika. 10(1): 141-156.
Andika, L. A., Azizah, P. A. N., & Respatiwulan, R. 2019. Analisis Sentimen Masyarakat terhadap Hasil Quick Count Pemilihan Presiden Indonesia 2019 pada Media Sosial Twitter Menggunakan Metode Naive Bayes Classifier. Indonesian Journal of Applied Statistics. 2(1): 34-41.
Demokrawati, F. A. 2014. Analisis Quick Count dengan Menggunakan Metode Stratified Random Sampling (Studi Kasus Pemilu Walikota Bandung 2013). Doctoral dissertation. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Kurniawan, R. C. 2013. Quick Count (Metode Hitung Cepat) Dalam Perspektif Pemilu. Sawala: Jurnal Administrasi Negara. 2(2): 78-88.