KESEHATAN MENTAL DI MASA PANDEMI

  Menurut Dr. dr. Fidiansjah, Sp.KJ.,MPH., Pandemi Covid-19 ialah pandemic berdimensi multisektor (Bio Psiko Social Spiritual) yang menyebabkan ketakutan dan kegelisahan karena banjirnya informasi asimetris dan misleading (Infodemi). Pandemi Covid-19 tidak hanya berefek pada kesehatan fisik, tetapi juga berpengaruh kepada kesehatan mental seseorang. Berbagai permasalahan yang terjadi karena COVID-19 ini dinilai menjadi sumber stress baru bagi masyarakat.

  Kesehatan mental merupakan sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi secara normal dalam menjalankan hidupnya khususnya saat menyesuaikan diri untuk menghadapi masalah-masalah yang akan ditemui sepanjang hidup seseorang dengan menggunakan kemampuan pengolahan stres. Kesehatan mental merupakan hal penting yang harus diperhatikan selayaknya kesehatan fisik. Diketahui bahwa kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling mempengaruhi. Gangguan kesehatan mental bukanlah sebuah keluhan yang hanya diperoleh dari garis keturunan. Tuntutan hidup yang berdampak pada stress berlebih akan berdampak pada gangguan kesehatan mental yang lebih buruk. Gangguan kesehatan mental yang kerap terjadi di masa pandemi COVID19 ini mulai dari yang ringan sampai yang berat, yakni seperti cemas berlebihan, stress, gangguan stress pasca trauma, depresi, xenophobia (ketakutan terhadap orang dari negara lain yang mereka nilai dapat membahayakan keselamatannya), serta permasalahan kesehatan mental lainnya.

  Kelompok yang paling merasakan dampak psikologis dari pandemi COVID-19 adalah perempuan, anak dan remaja, serta lanjut usia. Diawali dengan kecemasan yang merupakan respon terhadap situasi yang mengancam dan biasa terjadi. Kecemasan terbagi menjadi reaksi yang sifatnya hanya sementara dan reaksi cemas permanen. Rasa cemas ini seperti cemas tertular SARs-CoV-2, cemas akan pekerjaan yang terbengkalai di kantor, atau cemas akan keselamatan keluarga. Setiap orang memiliki cara yang berbeda dalam gejala reaksi cemasnya. Gangguan ini akan menimbulkan suatu gejala psikis seperti demam, sakit tenggorakan, pusing, padahal seseorang tersebut tidak terinfeksi COVID-19. Hal ini disebut dengan psikosomatik. Namun, ada pula reaksi cemas yang tidak menimbulkan gejala fisiologis pada penderitanya. Mengingat pada masa pandemi banyak perubahan dan tekanan yang timbul secara cepat, maka tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk mengalami stress. Sebagai contoh, orang tua yang mengalami stress akibat perubahan gaya belajar anak yang harus bersekolah di rumah selama masa pandemi.

Secara umum, terdapat beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi stress:

  1. Ciptakan pola pikir yang terbalik, dari negative thinking ke positive thinking.
Kita dapat mengubah cara pola pikir kita terhadap hal yang negatif menjadi hal yang positif. Sebagai contoh, apabila sebelum masa pandemi kita jarang berkumpul dengan keluarga kita, selama pandemi kita dapat lebih dekat dan berinteraksi lebih intens dengan keluarga kita. Contoh lainnya, selama masa pandemi kita menjadi lebih perhatian terhadap kesehatan serta kebersihan diri kita serta keluarga. Dengan menciptakan pola pikir seperti ini, kita telah mengubah stress yang pada awalnya berdampak negatif menjadi sesuatu yang positif.

  2. Cari dukungan dari teman dan keluarga.
Berbicara dengan teman serta keluarga dapat menjadi hal yang penting saat dalam kondisi stress. Dengan berkomunikasi, selain kita dapat mencurahkan isi hati terhadap permasalahan yang tengah dihadapi, juga dapat mendekatkan hubungan dengan orang tersebut.

  3. Saring informasi yang kurang baik.
Dengan semakin mudah serta terbukanya akses untuk mendapatkan informasi, kita perlu menyaring informasi apa saja yang sebaiknya kita terima. Hal ini disebabkan apabila ada informasi buruk yang masuk ke dalam pikiran kita, maka akan membuat pikiran terfokus pada informasi-informasi buruk tersebut yang menyebabkan orang menjadi lebih sulit untuk menghadapi stress.

  4. Jangan takut akan perubahan dan stress.
Stress akan muncul dengan sendirinya, kapanpun, dan dimanapun. Oleh karena itu, jangan takut akan stress serta perubahan ataupun masalah yang dapat memicu stress. Ciptakan pola pikir yang objektif, proporsional, serta rasional dalam mengatasi permasalahan serta perubahan yang akan terjadi.

SUMBER :

  Putri, A. W., Wibhawa, B., & Gutama, A. S. (2015). Kesehatan mental masyarakat Indonesia (pengetahuan, dan keterbukaan masyarakat terhadap gangguan kesehatan mental). Prosiding Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2).

  https://bem.fkg.ugm.ac.id/wp-content/uploads/sites/534/2021/01/KAJIAN-PANDEMI-DAN-MENTAL-HEALTH.pdf

  https://rs-soewandhi.surabaya.go.id/cara-mengelola-stress-saat-pandemi/