HARI RAYA IDUL ADHA 1443 H
PENGERTIAN DAN SEJARAH
Umat islam memiliki 2 hari raya yang diulang pada setiap tahunnya, yakni Idul Fitri dan Idul Adha. Idul Adha, disebut juga Hari Nahr, jatuh pada hari ke 10 Dzulhijjah, yang mana merupakan hari besar dan afdhal. Hari ini juga merupakan puncak dari kesempurnaan haji, di mana orang yang sempurna hajinya maka akan Allah ampuni dosa-dosanya.
Hari Idul Adha merupakan peringatan atas peristiwa kurban, yakni ketika Nabi Ibrahim merelakan puteranya, Nabi Ismail, untuk dikorbankan. Hal tersebut Beliau lakukan sebagai bentuk kepatuhannya terhadap perintah Allah SWT.
Diceritakan pada kala itu, Nabi Ibrahim yang telah lanjut (terdapat suatu riwayat yang menyatakan bahwa usia beliau mencapai 85 tahun) bersama istrinya, Hajar, belum dikaruniai seorang anak. Nabi Ibrahim sangat menginginkan kehadiran seorang anak laki-laki agar kelak dapat mengikuti perjuangannya dalam syiar ajaran Allah SWT di muka bumi ini.
Setiap hari, Nabi Ibrahim berdoa kepada Allah SWT agar segera diberikan keturunan. Saking tekunnya Beliau dalam berdoa, doanya diabadikan dalam Al-Quran, yaitu:
لِي الصَّالِحِينَ
Artinya: “Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh” (Q.S. Ash-Shaffat: 100)
Nah, melalui doa-doa tersebut akhirnya Allah SWT mewujudkan keinginan Nabi Ibrahim. Peristiwa lahirnya anak laki-laki Nabi Ibrahim ini, yaitu Ismail, dituliskan dalam Al-Quran yaitu:
اهُ لَامٍ لِيمٍ
Artinya: Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang sangat sabar (bernama Ismail) (Q.S. Ash-Shaffat: 101)
Sayangnya, kebersamaan Nabi Ibrahim dengan anak dan istrinya tidak dapat dirasakan dalam waktu yang lama karena Allah SWT memerintahkan beliau untuk segera kembali ke istri pertama, yakni Sarah di kota Yerusalem. Namun, meskipun begitu, Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tetap ikhlas dan tawakal dalam menerima perintah-Nya. Bahkan, Allah SWT juga mengabadikan peristiwa tersebut ke dalam Al-Quran yaitu
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُوا الصَّلَاةَ فَاجْعَلْ أَفْئِدَةً مِنَ النَّاسِ تَهْوِي إِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِنَ الثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ
Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagianku di lembah yang tidak memiliki kehadiran-tanaman di dekatmu (Baitullah) yang engkau miliki, ya Tuhan kami (itu) agar mereka membangunkannya, maka jadikanlah hati manusia itu bersama untuk mereka dan beri rezeki lah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.” (Q.S. Ibrahim: 37)
Selanjutnya Nabi diperintah oleh Allah untuk kembali ke istri pertamanya, Sarah, di Yarussalem. Ibrahim tentu saja sangat sedih dan sedih karena harus meninggalkan istri dan anaknya yang saat itu masih menyusui di daerah Mekkah.
Selama ditinggal oleh suaminya, Hajar mengalami banyak sekali cobaan, salah satunya adalah kesulitan untuk menemukan sumber air minum yang layak untuk anaknya. Bahkan, pencariannya akan sumber air minum tersebut dengan berjalan cepat dari Shafa ke Marwah sebanyak tujuh kali. Nah, peristiwa in yang kemudian “diabadikan” dalam proses ibadah Sa’I yang menjadi salah satu rukun ibadah Haji, yakni dengan lari-lari kecil dari Shafa ke Marwah. Perlu kalian ketahui bahwa sumber mata air yang ditemukan oleh Hajar menjadi sumber air abadi yang kemudian menjadi zam-zam.
Setelah beberapa tahun kemudian, akhirnya Nabi Ibrahim kembali lagi ke Mekah untuk menemui Siti Hajar dan Ismail. Nabi Ibrahim tentu saja bahagia, apalagi Ismail sudah tumbuh menjadi anak yang sehat (dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa pada saat itu usia Ismail kira-kira 6-7 tahun).
Kemudian melalui mimpi, Allah SWT memberikan perintah kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih puteranya, Ismail. Hal tersebut tentu saja membuat Nabi Ibrahim bimbang, karena itu merupakan perintah langsung dari Allah SWT. tetapi di sisi lain, Beliau juga sangat sayang kepada anaknya tersebut. Kemudian, dengan hati-hati, akhirnya Nabi Ibrahim memberanikan diri untuk menyampaikannya kepada Ismail bahwa dirinya harus menyembelih dirinya. Ismail lalu menyampaikan kesediaannya untuk dijadikan kurban sebagaimana perintah dari Allah SWT.
Akhirnya waktu untuk menyembelih Ismail pun datang. Awalnya, Nabi Ibrahim sangat ragu untuk mengarahkan kepada anaknya. Kemudian, Ismail berkata “Wahai Ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah SWT. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah SWT…”
Hal tersebut membuat Nabi Ibrahim senang seraya berkata, “Aku memiliki seorang putra yang taat kepada Allah SWT, bakti kepada kedua orang tua dengan ikhlas hati mengabdikan dirinya untuk melaksanakan perintah Allah SWT…”
Kemudian, ketika proses penyembelihan tiba, Nabi Ibrahim dengan memejamkan mata, memegang pisau dan mengarahkannya ke arah leher Nabi Ismail dan penyembelihan pun dilakukan. Namun, Allah SWT langsung mengganti posisi Nabi Ismail tersebut dengan domba yang diturunkan dari langit. Sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran yaitu
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (As-Saffat: 107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Artinya: “Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,” (As-Saffat: 108)
سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
Artinya: (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. (As-Saffat: 109)
كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Demikian Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (As-Saffat: 110)
Nah, melalui peristiwa penyembelihan Nabi Ismail yang kemudian menjadi hewan domba oleh Allah SWT Itulah yang menjadikan sejarah dari Hari Raya Idul Adha.
HIKMAH
Salah satu ibadah yang dianjurkan pada Hari Raya Idul Adha yait menyembelih hewan kurban. Hikmah dari pelaksanaan Kurban pada Hari Raya Idul Adha adalah sebagai berikut:
1. Bukti ketaqwaan dari seorang hamba
Takwa adalah kepatuhan seseorang beramal pada Allah atas cahaya (petunjuk) dari Allah karena mengharap rahmat-Nya dan meninggalkan maksiat karena cahaya (petunjuk) dari Allah karena takut siksa-Nya.
Dalam hal ini, Nabi Ibrahim memiliki tingkat rasa ketaqwaan yang tinggi karena dirinya tetap melaksanakan perintah-Nya meskipun itu menyembelih anaknya sendiri.
2. Saling berbagi dengan sesama
Dalam hal ini, dapat dilihat melalui proses pembagian daging kurban kepada para fakir miskin. Agama Islam mengajarkan kita untuk berbuat baik dengan sesama manusia, salah satunya dengan berbagi antar sesama. Hal itu dibuktikan saat kita menyembelih hewan kurban, daging hewan tersebut nantinya akan dibagikan kepada para fakir miskin sebagai bentuk kepedulian terhadap sesamanya. Hal ini juga menjelaskan bahwa ciri khas dari agama Islam adalah untuk saling tolong-menolong.
3. Peningkatan Kualitas Diri
Dalam hal ini berkaitan dengan sikap empati, kesadaran diri, hingga pengendalian diri sebagai akhlak terpuji seorang Muslim.
Sumber:
https://muslimah.or.id/9728-selamat-hari-raya-idul-adha-1438h.html
https://www.gramedia.com/literasi/sejarah-idul-adha/#Sejarah_Hari_Raya_Idul_Adha
Kami segenap keluarga besar BEMF MIPA UNEJ mengucapkan selamat hari raya idul adha 1443 H, Semoga kita semua bisa memaknai pengorbanan dan keikhlasan di hari yang istimewa ini.
_________________________
KEMENTERIAN MEDINFO
KABINET RAKSABHINAYA
BEMF MIPA UNEJ 2022