Mahasiswa Rentan Stres, Sepenting Itukah Kesehatan Mental?

   Seseorang dikatakan sehat tidak hanya dilihat dari aspek fisik saja, tetapi pada kondisi mentalnya juga. Kesehatan mental atau jiwa menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa merupakan kondisi dimana seorang individu dapat berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk komunitasnya. Hal itu menunjukkan bahwa kesehatan mental merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang karena berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas kesehatan fisiknya. Oleh karena itu, kondisi kestabilan kesehatan mental dan fisik saling memengaruhi antara satu sama lain.

  Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa 1 miliar orang di dunia hidup dengan gangguan mental. Hal ini dibuktikan dengan kasus bunuh diri di dunia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia. Terdapat rata-rata satu orang yang meninggal dikarenakan bunuh diri di dunia setiap 40 detik. Selain itu, Indonesia menempati peringkat ke-159 dalam kasus bunuh diri di dunia. Bahkan, Indonesia menempati urutan kedua yakni banyaknya kematian usia muda yang berkisar antara 15 sampai 29 tahun dikarenakan kasus bunuh diri. Rentang usia tersebut merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa atau sering disebut dengan masa remaja. Masa remaja seringkali mengalami stres terutama pada peristiwa tertentu dalam hidup mereka. Remaja dianggap masih memiliki emosi yang tidak stabil dan belum memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah dengan baik. Selain itu, remaja merupakan golongan yang rentan mengalami gangguan mental. Oleh karena itu, remaja perlu mendapatkan perhatian lebih dikarenakan remaja adalah generasi penerus bangsa.

  Kesehatan mental dapat meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Jika kesehatan mental seseorang terganggu, maka akan dapat menimbulkan gangguan atau penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri. Beberapa jenis gangguan mental yang umum ditemukan, antara lain depresi, gangguan bipolar, kecemasan, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan obsesif kompulsif (OCD), dan psikosis.

  Kesehatan mental mahasiswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu faktor genetika, keluarga, pertemanan, gaya hidup, dan sosial. Faktor lainnya yang dihadapi mahasiswa di masa pandemi Covid-19 yaitu karena tugas perkuliahan yang banyak, lingkungan belajar yang kurang kondusif, keterbatasan pemahaman materi, tidak dapat bertemu teman kuliah, dan jaringan internet yang seringkali terkendala. Oleh karena itu, mahasiswa memiliki harapan yang besar agar pandemi Covid-19 segera berakhir sehingga mahasiswa dapat beraktivitas kembali secara normal.

  Isu kesehatan mental mahasiswa seringkali bermunculan setelah pemerintah resmi menyatakan bahwa semua instansi pendidikan akan melaksanakan pembelajaran secara daring (media dalam jaringan) pada bulan Maret 2020. Terdapat beberapa dampak bagi mahasiswa yang berkuliah secara daring terutama mahasiswa baru. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan Walean, dkk. (2021) bahwa tingkat psikologis seperti kecemasan lebih sering dialami oleh mahasiswa tahun pertama dan tahun kedua di masa pandemi Covid-19. Kita ketahui bahwasanya masa perkuliahan awal merupakan suatu kesempatan bagi mahasiswa baru untuk mencari relasi, mengembangkan diri, serta belajar menjadi pribadi yang lebih mandiri. Akan tetapi, hal tersebut menjadi lebih sulit untuk dilakukan karena ketidakmampuan mahasiswa untuk berinteraksi secara langsung. Padahal, kesehatan mental memiliki peranan yang sangat penting bagi mahasiswa baru untuk beradaptasi dengan lingkungan perkuliahan. Hal ini dikarenakan kehidupan di lingkungan kampus dan sekolah jauh berbeda. Mahasiswa baru akan menemukan berbagai macam pergaulan serta metode pembelajaran yang berbeda dibanding masa sekolah. Oleh karena itu, mahasiswa baru dituntut untuk dapat beradaptasi terhadap lingkungan yang baru.

  Selain mahasiswa baru, mahasiswa lama pun mengalami beberapa dampak yang diakibatkan oleh kuliah daring. Adanya kuliah daring maka secara otomatis tugas-tugas perkuliahan menjadi semakin banyak. Menurut Deliviana, dkk. (2021) menjelaskan bahwa mahasiswa sering mengalami stres akibat tugas perkuliahan saat sebelum adanya pandemi. Namun, di masa pandemi ini banyak mahasiswa mengalami stres akibat tugas maupun hambatan seperti fasilitas gadget, sulitnya jaringan internet, kurangnya pemahaman materi hingga lingkungan belajar yang kurang kondusif. Masalah psikologis yang sering muncul dan dialami oleh mahasiswa adalah rasa cemas berlebihan, stres, hingga depresi. Akan tetapi, masalah psikologis yang paling banyak dialami mahasiswa karena pembelajaran online adalah kecemasan.

  Berdasarkan masalah psikologis yang sering muncul, mahasiswa diharapkan dapat menjaga kesehatan mentalnya. Pertama, mahasiswa perlu menyadari bahwa kecemasan adalah hal yang wajar. Menurut Dr. Damour mengatakan bahwa para psikolog sudah lama menyadari bahwa kecemasan adalah fungsi normal dan sehat yang bisa membuat kita waspada terhadap ancaman serta membantu kita untuk mengambil tindakan untuk melindungi diri. Kedua, mahasiswa disarankan mencari pengalihan. Menurut para psikolog, ketika kita berada dalam kondisi sulit terdapat banyak hal yang tidak bisa kita kendalikan. Hal yang dapat membantu dalam mengatasi situasi tersebut antara lain mengerjakan tugas, menonton film kesukaan, membaca novel, dan lainnya. Ketiga, mahasiswa mencari cara baru untuk berkomunikasi dengan teman. Di tengah kondisi social distancing, media sosial adalah solusi yang bagus untuk berkomunikasi. Selain itu, hal tersebut menjadi wadah kreativitas seseorang seperti Tik-Tok challenge atau lainnya. Keempat, fokus pada diri sendiri dan mencari cara untuk memanfaatkan waktu tambahan yang produktif untuk menjaga kesehatan seperti belajar hal baru, membaca buku, dan lainnya.

  Selain solusi yang sudah diuraikan di atas, pihak Universitas Jember juga telah memberikan himbauan tentang adanya perkuliahan luring bagi mahasiswa angkatan 2020 dan 2021. Berdasarkan Surat Edaran Tentang Penundaan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Semester Genap Tahun Akademik 2021/2022 tanggal 24 Februari 2022, menyatakan bahwa pembelajaran secara luring akan dilaksanakan mulai tanggal 21 Maret 2022. Dengan adanya himbauan tersebut diharapkan menjadi solusi terkait kesehatan mental mahasiswa karena gangguan dan masalah yang dihadapi selama perkuliahan daring. Oleh karena itu, mahasiswa perlu memanfaatkan kesempatan tersebut agar perkuliahan dapat berjalan dengan baik.

Referensi

Deliviana, E., Erni, M., Hilery, P., dan Naomi, N. 2020. Pengelolaan Kesehatan Mental Mahasiswa Bagi Optimalisasi Pembelajaran Online di Masa Pandemi Covid-19. Jurnal Selaras 3(2): 129-138

Hasanah, U., Ludiana, Immawati, dan Livana. 2020. Gambaran Psikologis Mahasiswa Dalam Proses Pembelajaran Selama Pandemi Covid-19. Jurnal Keperawatan Jiwa 8(3): 299 – 306

Mukaromah, I. 2020. Problem dan Ide Bunuh Diri pada Mahasiswa. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Putri, A., Wibhawa, B., dan Gutama, A. 2014. Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Kesehatan Mental). Prosiding KS: Riset dan PKM 2(2): 147-300

Rich, M. 2020. 6 Tips Remaja Bisa Menjaga Kesehatan Mental Selama Coronavirus (COVID-19). https://www.unicef.org/indonesia/id/coronavirus/tips-remaja-menjaga-kesehatan-mental-selama-covid-19. [Diakses pada 24 Maret 2022]

Rochimah, F. 2020. Dampak Kuliah Daring Terhadap Kesehatan Mental Mahasiswa Ditinjau dari Aspek Psikologi.

Surat Edaran Nomor 3539/UN25/TU/2022 Tentang Penundaan Penyelenggaraan Pembelajaran Tatap Muka Semester Genap Tahun Akademik 2021/2022

Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Jiwa

Walean, C., Pali, C., dan Sinolungan, J. 2021. Gambaran Tingkat Kecemasan pada Mahasiswa di Masa Pandemi COVID-19. Jurnal Biomedik 13(2):132-143