PEMBERONTAKAN PETA 14 FEBRUARI 1945
Hallo Sobat MIPA!!!
14 Februari lebih umum dikenal sebagai peringatan hari kasih sayang. Tapi lain dari itu, tepat 77 tahun yang lalu pada tanggal ini juga terjadi suatu peristiwa pemberontakan oleh sebuah batalion PETA di Blitar, Jawa Timur.
Apa itu PETA?
PETA yang akan kita bahas kali ini berbeda dengan PETA yang dimiliki DORA. PETA atau Pembela Tanah Air merupakan pasukan sukarela bentukan Jepang. Tujuannya adalah untuk membantu Jepang dalam mempertahankan Jawa-Madura dari serangan sekutu. PETA dibentuk pada tanggal 3 Oktober 1943 oleh panglima tertinggi tentara keenambelas (Rikugun) Jepang yang berkuasa atas Jawa-Madura. Awalnya, tentara bentukan Jepang ini hanya disebut sebagai “Tentara Sukarela”. Namun pada pertengahan tahun 1944, masyarakat lebih menyebutnya tentara Pembela Tanah Air.
Pemberontakan PETA
Pemberontakan PETA merupakan peristiwa pemberontakan yang dilakukan batalion PETA (Pembela tanah Air) di Blitar, Jawa Timur.
Pemberontakan ini dipimpin oleh pemimpin pleton atau Shodancho Soeprijadi terhadap pasukan Jepang. Pemberontakan ini dipicu oleh tindakan Jepang yang menyengsarakan rakyat Indonesia selama pendudukan, sehingga rakyat melakukan perlawanan. Pembela Tanah Air (PETA) yang berada di bawah kendali pemerintah militer Jepang bahkan ikut memberontak. Ini disebabkan karena perwira PETA kerap direndahkan oleh Jepang. Mereka juga tak tahan melihat romusha dan pemerasan yang dilakukan oleh Jepang
Perlawanan Supriyadi
Pada 4-9 Februari 1945, Supriyadi mendesak rekannya untuk segera melancarkan pemberontakan. Namun tidak disetujui, dengan alasan daidan lain belum bergabung. Pada 13 Februari 1945, Supriyadi kembali mengumpulkan rekannya. Dia meyakinkan pemberontakan harus segera dilakukan sebelum diketahui Jepang. Pada tengah malam tangga 13 Februari 1945, tentara PETA keluar dari markas dengan alasan latihan malam. Pemberontakan dimulai pada pukul 03.00 tanggal 14 Februari 1945, dengan melepaskan tembakan ke arah Hotel Sakura, tempat tinggal pemimpin sipil Jepang. Serangan juga diarahkan ke markas Kempetai, yang letaknya di samping barak Daidan Peta Blitar. Dalam pemberontakan itu juga dilakukan pengibaran bendera merah putih di depan markas PETA Blitar yang dilakukan oleh Shodanco Partohardjono. Konon bendera merah putih sempat berkibar selama kurang lebih dua jam sebelum diturunkan.
Akhir Pemberontakan
Menurut sejarah hari pemberontakan PETA, sejumlah tentara Jepang terbunuh dan pasukan yang dipimpin Supriyadi berhasil melarikan diri dan membawa banyak perlengkapan dan logistik Jepang, seperti senjata Arisaka dan senapan mesin Type 99. Namun, struktur komando Tentara Jepang yang terpusat berhasil mencegah pemberontakan itu menyebar ke daidan atau batalion lainnya. Jepang akhirnya mengirim tentara PETA yang masih setia pada mereka untuk memburu Supriyadi dan pengikutnya. Sebanyak 68 orang, diadili di depan Mahkamah Militer Jepang di Jakarta. Ada yang dihukum seumur hidup dan ada yang dihukum mati. Mereka yang dipidana mati yakni dr. Ismail, Muradi, Suparyono, Halir Mankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo. Sementara Supriyadi sendiri tidak jelas nasibnya dan tidak disebut dalam persidangan.
______________________________________________
KEMENTERIAN MEDINFO
KABINET RAKSABHINAYA
BEMF MIPA UNEJ 2022